dengan kondisi keimanan pelakunya.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: تُوْبُوا
إِلَى اللَّهِ تَعاَلَى فَإِنِّي أَتُوْبُ إِلَيْهِ كُلَّ يَوْمٍ مِائَةَ
مَرَّةٍ -البخاري في أدب المفرد
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,”Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah Ta’ala. Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Nya setiap hari sebanyak seratus kali”. (Riwayat Al Bukhari dalam Adab Al Mufrad dan dihasankan oleh Al Hafidz As Suyuthiy)
Al Hafidz Al Ala’iy menjelaskan bahwa
maksud taubat di hadits itu adalah taubat istighfar, yang mana
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam banyak melakukannya.
Imam Al Ghazaliy menjelaskan bahwa bentuk
taubat itu bertingkat-tingkat sesaui dengan kondisi keimanan pelakunya.
Bertaubatnya orang kebanyakan dalah bertaubat dari dosa-dosa yang telah
ia lakukan. Sedangkan taubatnya orang shalih adalah taubat dari
kelalaian hati. Dan taubat bagi orang-orang yang mencapai derajat
keshalihan yang cukup tinggi (khawwas al khawwas) adalah istighfar dari perhatiannya terhadap selain Allah Ta’ala, karena kata “dzanbun”
(dosa) secara bahasa bermakna derajat lebih rendah seorang hamba.
Dengan demikian, setiap derajat keimanan memiliki taubat sendiri, hingga
dengan taubat derajat keimanan dan derajat pertaubatan semakin
meningkat.
Imam Al Munawiy menjelaskan bahwa ada
perbedaan penyebutan jumlah taubat dalam hadits ini dan hadits lainnya
yang menyebutkan 70 kali, namun itu semua cermin banyaknya istighfar
bukan pembatasan jumlah istighfar yang dilakukan oleh Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam (lihat, Faidh Al Qadir, 3/361,362).
Jika Rasulullah Shallallallahu Alalihi
Wassallam perbanyak istighfar dalam setiap harinya, begaimana dengan
kita “bangsa awam” yang banyak dosanya?
0 comments:
Posting Komentar